Hey, Tuhan.
Boleh bicara?
Sebenarnya... Aku selalu bingung harus memanggilMu apa karena Engkau sepertinya memiliki banyak nama. Ya kan? Soalnya, tiap-tiap kebudayaan sepertinya punya panggilan sayangnya masing-masing untukMu sih.
Sebenarnya, pada awal tahun 2014 aku sudah punya panggilan sendiri untukMu: Ia Yang Maha Mempertemukan. Tapi, entah mengapa aku masih ragu. Benarkah ini? Semuanya terasa begitu sederhana dan menyenangkan sampai-sampai aku merasa bahwa ada konspirasi aneh di balik semua ini.
Hehe.
Benar kecurigaanku:
Ternyata Engkau masih suka bercanda.
Fast-forward ke 2015. Sekarang aku tahu dengan nama apa aku akan memanggilMu, untuk sekarang dan seterusnya: Yang Maha Memisahkan.
================================
Jakarta, 7 Januari 2015
Hahaha, ngentot.
HITAMAUT
Serapah dan semacamnya.
2015/01/06
2014/11/28
Masih Tentang Cinta
Buatku,
cinta adalah perihal menyusuri senyuman dan duka
yang membentang
di wajahmu.
------------------------------------
Jakarta, 28 November 2014
I will see through this until the end.
cinta adalah perihal menyusuri senyuman dan duka
yang membentang
di wajahmu.
------------------------------------
Jakarta, 28 November 2014
I will see through this until the end.
2014/11/02
This Competition is Wearing Me Out
Mereka bilang:
Ayo, tumbuhlah!
Ayo, mekarlah!
Agar semerbak!
Agar indah!
Maka kubilang:
Ngapain?
Nanti juga mati dipetik orang.
Ah, boleh gak sih aku jadi ilalang di pekaranganmu saja?
--------------------------
Jakarta, 2 November 2014
Mager.
Ayo, tumbuhlah!
Ayo, mekarlah!
Agar semerbak!
Agar indah!
Maka kubilang:
Ngapain?
Nanti juga mati dipetik orang.
Ah, boleh gak sih aku jadi ilalang di pekaranganmu saja?
--------------------------
Jakarta, 2 November 2014
Mager.
2014/10/31
...Karena Ini Semua Bukan Masalah Hak Milik, Sayang
Bagiku,
cinta bukan tentang
siapa memiliki siapa
namun
perihal
siapa
ada
untuk
siapa.
-------------------------------------
Jakarta, 1 November 2014
Yeah, right. This is why you're going to die alone, you stupid fuck.
cinta bukan tentang
siapa memiliki siapa
namun
perihal
siapa
ada
untuk
siapa.
-------------------------------------
Jakarta, 1 November 2014
Yeah, right. This is why you're going to die alone, you stupid fuck.
2014/04/25
..dan kau pun datang membakar dengan canggung
Semua gelap. Haru. Biru, nyaris hitam.
"Cinta hanyalah suatu keniscayaan," pikirku.
Sampai kamu datang, sedikit membara, sedikit canggung. Aku tahu kita sama. Sesama mereka yang terpinggir karena menolak terseragamkan.
Maka kupikir, "mungkin kita bisa jadi teman."
Kau memberiku petualangan-petualangan baru, dan aku memberimu telinga; yang terkadang kau isi dengan cekikikan, terkadang kau isi dengan serapah.
Semuanya menyenangkan. Begitu sederhana.
Namun apa daya? Ketakutan akan kesepian membuatku terlalu membutuhkanmu.
Aku tahu aku tak akan pernah bisa memegangmu, karena engkau adalah molotov yang membakar, walau sedikit canggung.
Sedang aku hanyalah ombak yang merindukan pantai.
-----------------------------------
Jakarta, 18 April 2014
Untukmu yang menolak padam.
"Cinta hanyalah suatu keniscayaan," pikirku.
Sampai kamu datang, sedikit membara, sedikit canggung. Aku tahu kita sama. Sesama mereka yang terpinggir karena menolak terseragamkan.
Maka kupikir, "mungkin kita bisa jadi teman."
Kau memberiku petualangan-petualangan baru, dan aku memberimu telinga; yang terkadang kau isi dengan cekikikan, terkadang kau isi dengan serapah.
Semuanya menyenangkan. Begitu sederhana.
Namun apa daya? Ketakutan akan kesepian membuatku terlalu membutuhkanmu.
Aku tahu aku tak akan pernah bisa memegangmu, karena engkau adalah molotov yang membakar, walau sedikit canggung.
Sedang aku hanyalah ombak yang merindukan pantai.
-----------------------------------
Jakarta, 18 April 2014
Untukmu yang menolak padam.
Making Amends
Entah mengapa hari ini kau berbeda. Pandanganmu memburu, menyapu langit seperti mencari sesuatu.
Kamu menunduk, menatapku, lalu tersenyum.
"Waktuku tinggal sedikit, sayang," katamu.
Mengabaikan tanya di wajahku, engkau pun kembali menengadah, lalu tersenyum kecut. Engkau mengerti bahwa hari ini, besok, atau pun lusa langit tak akan mengembalikan senyummu.
-------------------------------
Jakarta, 18 April 2014
Melihat caramu berdamai dengan akhir selalu membuatku tak habis pikir
Kamu menunduk, menatapku, lalu tersenyum.
"Waktuku tinggal sedikit, sayang," katamu.
Mengabaikan tanya di wajahku, engkau pun kembali menengadah, lalu tersenyum kecut. Engkau mengerti bahwa hari ini, besok, atau pun lusa langit tak akan mengembalikan senyummu.
-------------------------------
Jakarta, 18 April 2014
Melihat caramu berdamai dengan akhir selalu membuatku tak habis pikir
2014/03/23
Aku Ingin
Aku ingin jadi peluru.
Tidak, tidak. Bukan peluru seperti Wiji Thukul. Aku ingin menjadi peluru yang lebih sederhana. Bersih, bersinar karena lama kau simpan bertahun-tahun di laci rumahmu, di bawah tumpukan puisi-puisi tak berbalas yang kau tulis di saat birumu.
Aku ingin jadi peluru,
yang terbang mengoyak jantungmu; yang bersemayam di lukamu; yang mengantarmu menuju nadir.
Sekarang, andai saja kau mau menarik pelatuknya...
---------------------------
Jakarta, 24 Maret 2014
Menunggumu.
Tidak, tidak. Bukan peluru seperti Wiji Thukul. Aku ingin menjadi peluru yang lebih sederhana. Bersih, bersinar karena lama kau simpan bertahun-tahun di laci rumahmu, di bawah tumpukan puisi-puisi tak berbalas yang kau tulis di saat birumu.
Aku ingin jadi peluru,
yang terbang mengoyak jantungmu; yang bersemayam di lukamu; yang mengantarmu menuju nadir.
Sekarang, andai saja kau mau menarik pelatuknya...
---------------------------
Jakarta, 24 Maret 2014
Menunggumu.
Langganan:
Postingan (Atom)