Aku ingin jadi peluru.
Tidak, tidak. Bukan peluru seperti Wiji Thukul. Aku ingin menjadi peluru yang lebih sederhana. Bersih, bersinar karena lama kau simpan bertahun-tahun di laci rumahmu, di bawah tumpukan puisi-puisi tak berbalas yang kau tulis di saat birumu.
Aku ingin jadi peluru,
yang terbang mengoyak jantungmu; yang bersemayam di lukamu; yang mengantarmu menuju nadir.
Sekarang, andai saja kau mau menarik pelatuknya...
---------------------------
Jakarta, 24 Maret 2014
Menunggumu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar