Tulisan di atas adalah kata-kata yang ditulis oleh Ahmad Wahib pada buku hariannya. Kata-kata yang sudah sering diabaikan oleh orang-orang yang mengaku ber-Tuhan. Mereka lebih memilih memasang otot sebagai tameng daripada akal, dan hati nurani. Alhasil, diskusi pun mati. Lenyap terseret oleh arus kekerasan.
Melalui kesempatan berdiskusi kali ini, kami mengajak kawan-kawan untuk menggali kembali pemikiran-pemikiran Ahmad Wahib dalam konteks fenomena kekerasan yang mengatasnamakan agama, yang mana mulai meluap muncul ke permukaan lagi baru-baru ini.
Diskusi ini rencananya akan diadakan pada:
Selasa, 28 September 2010
Pukul 16:00-18:00 WIB
Bertempat di:
Auditorium Gedung Komunikasi FISIP UI
Sampai jumpa di alam diskusi, kawan!
-- Kelompok Diskusi Astina
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Yak, yang berikut tadi adalah sepatah titipan dari Kelompok Diskusi Astina. Saya tidak akan berlama-lama menjelaskan tentang Astina. Kenapa? Males; sekian-terimakasih.
Maaf, tidak bermaksud untuk menjadi bedebah-bangsat-mati-lo-sana tapi semuanya mengenai Astina bisa dibaca di facebook, twitter, dan blognya. Cool?
Okelah, cool lah ya.
Pada kesempatan kali ini, saya ingin copy-paste. Ya, copy-paste beberapa kutipan dari Ahmad Wahib, seorang tokoh pemuda Indonesia yang menurut saya patut mendapatkan ekspos yang sama, bahkan mungkin lebih besar, dari Soe Hok Gie. Untuk seluk-beluk mengenai kehidupan dan pemikiran beliau sepertinya bisa tanya kepada Mbah Google aja, dia lebih berpengalaman dalam menjejali pikiran kalian dengan pangetahuan dibanding saya (baca: males).
Mungkin ada yang tanya, kenapa copy-paste doang? Karena, menurut argumen pretensius dan sok bijak saya, setiap orang pasti punya interpretasi sendiri terhadap kata-kata beliau dan apa yang saya pikir cukup menohok tepat ke celah akal saya belum tentu menyerang titik kelemahan akal kalian juga. Selain itu saya juga gak mau memimbar-jumatkan blog ini dengan khotbah kenapa kata-kata tersebut harus, patut, dan wajib dipikirkan. (baca: males)
Berikut ini kutipan-kutipannya. Selamat terdiam-merenung!
"Aku bukan Hatta, bukan Soekarno, bukan Syahrir, bukan Natsir, bukan Marx, dan bukan pula yang lain-lain. Bahkan, aku bukan Wahib.
Aku bukan Wahib. Aku adalah me-Wahib. Aku mencari, dan terus menerus mencari, menuju, dan menjadi Wahib. Ya, aku bukan aku. Aku adalah meng-aku, yang terus menerus berproses menjadi aku."
-- Ahmad Wahib
Ahamad Wahib pun akhirnya meragukan akan dirinya sendiri, gak pede banget sih jadi orang #facepalm
BalasHapusdan akhirnya beliau pun menjadi tuhan hanya karena kata "sesungguhnya" dari mulut beliau, dan akhirnya lagi beliau menjadi "zat" yang paling tahu tentang orang2 yang bertuhan yang beliau sebut
dan satu lagi, dikutip dari perkataan seorang ahli percintaan (dan saya mempercayainya!!) kadang orang lebih banyak yang meminta bukti dulu baru percaya ketimbang percaya dulu baru bukti