Navigasi

2010/09/26

Sada Abe dan Serentetan Tandatanya tentang Cinta

Sada Abe.
Pesakitan bagi sebagian orang, mengharukan bagi sebagian lainnya. Bagiku, membingungkan.



Mari bercerita

Sada Abe adalah seorang wanita biasa. Terlalu biasa, mungkin, apabila dibandingkan dengan saudara-saudaranya. Kawin lari dan nimfomaniak menghiasi track record kehidupan saudara-saudaranya yang lain. Suatu aib yang sukses membuat orangtua mereka yang terhormat menggerus dada dengan miris.

Mungkin bisa dibilang Sada Abe adalah seorang hipster pada zamannya. Malam adalah rumah keduanya dan fashion, adalah cemilannya. Biasa. Seorang hipster yang terlalu takut untuk melewati batas-batas juridiksi keluarga dan norma. Responsible hipster? Conformist hipster?

Entah

Sampai pada suatu saat Sada Abe bertemu dengan gerombolan hipster lainnya, yang sayangnya amoral. Ia diperkosa dengan brutal, suatu kejadian yang mungkin membuatnya "haus" di kemudian hari. Abe berubah. Sejak saat itu ia seakan-akan persetan dengan dunia. Kepuasan membuatnya liar.

Merasa tidak sanggup, orangtuanya mengirim Abe ke tempat Geisha, suatu tindakan hukuman yang lazim dilakukan oleh orangtua terhadap anak-anaknya yang nekat mencicipi seks. Kejam mungkin, tapi... ah entahlah, dengan alasan apapun bagiku itu tetap tindakan yang kejam, tanpa embel-embel sedikit atau mungkin.

Abe terhempas kesana-kemari. Pertaubatan dan lumpur datang silih berganti. Namun keduanya tidak ada yang betah berdiam di nurani Abe. Badai ini terus berlangsung sampai Abe bertemu dengan Kichizo Ishida, dan Cinta.

Cinta menciptakan realitas dan rasionalitas baru bagi Abe. Ia menemukan dunianya, dirinya, dan bahagianya pada Kichi. Rasionalitas baru ini pun menghentakkan Abe pada rasionalitas lamanya yang telah membusuk; ia tak akan pernah memiliki Kichi karena ia sudah memiliki tempat untuk kembali.: istri dan keluarganya. Satu-satunya tempat di mana mereka bisa bersama adalah di pekarangan tuhan.

Mereka bercinta nyaris seminggu-suntuk. Liar. Abe pun menjadi obsesif. Eros, Agape, dan Philia seakan lebur menjadi absurd. Normal seakan kehilangan maknanya saat mereka mulai bertemu dengan betapa orgasmiknya sado-masokis itu. Cinta kehilangan rasionalitasnya, ia bermetamorfosa. Entah menjadi kupu-kupu atau kecoak.

Seiring dengan semakin tenggelamnya mereka dalam pesona sado-masokis, Abe dan Kichi mulai bermain-main dengan maut. Mereka saling mencekik untuk mencapai orgasme. Bagaikan kerasukan, Abe pun mencekik Kichi dalam tidurnya hingga tewas. Ia kemudian memotong alat kelamin Kichi sebagai kenang-kenangan akan cinta mereka dan menulis "Sada, Kichi together" di tubuh Kichi sebagai tanda cintanya yang, semoga, suci.

Abe berniat untuk menyusul Kichi ke halaman belakang tuhan, namun ia merasa masih memiliki keterikan dengan penis Kichi, yang sepertinya sudah berteman baik dengan vaginanya. Maka Abe memutuskan untuk berhubungan dengan potongan penis Kichi untuk terakhir kalinya sebelum ia menyusul Kichi.

Tapi sayang sekali Abe harus kembali bertemu dengan kenyataan yang menyebalkan, bagai salesman yang tidak pernah engkau harapkan kedatangannya ke mulut rumahmu. Polisi datang pada sore harinya, mengakhiri mimpi indah Abe dan membungkamnya rapat-rapat saat dunia kembali menjemputnya dengan realitas.

Abe bertemu dengan negara dan rasionalitasnya: hukum. Namun sepertinya ia dapat menemuinya dengan damai. Mungkin karena ia tahu bahwa tidak ada lagi perempuan yang dapat menyentuh Kichi selain dia.

Selesai, happy ending?


Berkat Sada Abe, aku semakin bingung dengan makna cinta yg sesungguhnya.

 

Apakah memutilasi penis pasangan juga bisa tergolong cinta?


Apakah berkencan dengan potongan penis pasanganmu yang tergeletak lunglai di dalam tasmu juga termasuk cinta?


Apakah bercinta dengan potongan penis pasanganmu yang telah engkau mutilasi juga termasuk cinta?





ah betapa rumitnya manusia itu

 

 

2010/09/21

Ahmad Wahib

“Sesungguhnya orang yang mengakui ber-Tuhan, tapi menolak berpikir bebas berarti menghina rasionalitas eksistensinya Tuhan. Jadi dia menghina Tuhan karena kepercayaannya hanya sekedar kepura-puraan tersembunyi."

Tulisan di atas adalah kata-kata yang ditulis oleh Ahmad Wahib pada buku hariannya. Kata-kata yang sudah sering diabaikan oleh orang-orang yang mengaku ber-Tuhan. Mereka lebih memilih memasang otot sebagai tameng daripada akal, dan hati nurani. Alhasil, diskusi pun mati. Lenyap terseret oleh arus kekerasan.

Melalui kesempatan berdiskusi kali ini, kami mengajak kawan-kawan untuk menggali kembali pemikiran-pemikiran Ahmad Wahib dalam konteks fenomena kekerasan yang mengatasnamakan agama, yang mana mulai meluap muncul ke permukaan lagi baru-baru ini.

Diskusi ini rencananya akan diadakan pada:
Selasa, 28 September 2010
Pukul 16:00-18:00 WIB

Bertempat di:
Auditorium Gedung Komunikasi FISIP UI


Sampai jumpa di alam diskusi, kawan!

-- Kelompok Diskusi Astina
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Yak, yang berikut tadi adalah sepatah titipan dari Kelompok Diskusi Astina. Saya tidak akan berlama-lama menjelaskan tentang Astina. Kenapa? Males; sekian-terimakasih.
Maaf, tidak bermaksud untuk menjadi bedebah-bangsat-mati-lo-sana tapi semuanya mengenai Astina bisa dibaca di facebook, twitter, dan blognya. Cool?

Okelah, cool lah ya.

Pada kesempatan kali ini, saya ingin copy-paste. Ya, copy-paste beberapa kutipan dari Ahmad Wahib, seorang tokoh pemuda Indonesia yang menurut saya patut mendapatkan ekspos yang sama, bahkan mungkin lebih besar, dari Soe Hok Gie. Untuk seluk-beluk mengenai kehidupan dan pemikiran beliau sepertinya bisa tanya kepada Mbah Google aja, dia lebih berpengalaman dalam menjejali pikiran kalian dengan pangetahuan dibanding saya (baca: males).

Mungkin ada yang tanya, kenapa copy-paste doang? Karena, menurut argumen pretensius dan sok bijak saya, setiap orang pasti punya interpretasi sendiri terhadap kata-kata beliau dan apa yang saya pikir cukup menohok tepat ke celah akal saya belum tentu menyerang titik kelemahan akal kalian juga. Selain itu saya juga gak mau memimbar-jumatkan blog ini dengan khotbah kenapa kata-kata tersebut harus, patut, dan wajib dipikirkan. (baca: males)

Berikut ini kutipan-kutipannya. Selamat terdiam-merenung!


"Aku bukan Hatta, bukan Soekarno, bukan Syahrir, bukan Natsir, bukan Marx, dan bukan pula yang lain-lain. Bahkan, aku bukan Wahib.
Aku bukan Wahib. Aku adalah me-Wahib. Aku mencari, dan terus menerus mencari, menuju, dan menjadi Wahib. Ya,  aku bukan aku. Aku adalah meng-aku, yang terus menerus berproses menjadi aku."
-- Ahmad Wahib

“Sesungguhnya orang yang mengakui ber-Tuhan, tapi menolak berpikir bebas berarti menghina rasionalitas eksistensinya Tuhan. Jadi dia menghina Tuhan karena kepercayaannya hanya sekedar kepura-puraan tersembunyi."

-- Ahmad Wahib


"Tuhan, bisakah aku menerima hukum-Mu tanpa meragukannya lebih dahulu? Karena itu Tuhan, maklumilah lebih dulu bila aku masih ragu akan kebenaran hukum-hukum-Mu. Jika Engkau tak suka hal itu, berilah aku pengertian-pengertian sehingga keraguan itu hilang. Tuhan, murkakah Engkau bila aku berbicara dengan hati dan otak yang bebas, hati dan otak sendiri yang telah Engkau berikan kpadaku dengan kemampuan bebasnya sekali ? Tuhan, aku ingin bertanya pada Engkau dalam suasana bebas. Aku percaya, Engkau tidak hanya benci pada ucapan-ucapan yang munafik, tapi juga benci pada pikiran-pikiran yang munafik, yaitu pikiran-pikiran yang tidak berani memikirkan yang timbul dalam pikirannya, atau pikiran yang pura-pura tidak tahu akan pikirannya sendiri" 

-- Ahmad Wahib


"Tuhan, aku menghadap padamu bukan hanya di saat-saat aku cinta padamu, tapi juga di saat-saat aku tak cinta dan tidak mengerti tentang dirimu, di saat-saat aku seolah-olah mau memberontak terhadap kekuasaanmu. Dengan demikian Rabbi, aku berharap cintaku padamu akan pulih kembali."

-- Ahmad Wahib

2010/09/08

Peste Noire

September, 8.
Hampir sebulan ya? Ah biarin deh, namanya juga blog suka-suka.
Kali ini gw pengen nulis sebuah.... review? Bukan, komentar. Ya, sebuah komentar tentang sebuah band Black Metal asal Prancis bernama Peste Noire yang diotaki oleh seorang bajingan individualis bernama Famine.

si bajingan individualis

Gw pertama ketemu dengan band ini di mediafire, sekitar 2 minggu yang lalu setelah mata gw gak sengaja nabrak sebuah deskripsi di sebuah situs jauh-entah-dimana yang bertuliskan "Black Metal combined with French literatures and folk music". Oh wow, gw terhenyak, tertarik, dan memutuskan untuk mengunduh album ini (walaupun Famine dalam suatu wawancara mengatakan "MY MUSIC IS NOT MEANT TO BE LISTENED TO ON A FUCKING COMPUTER"). Ah screw you Famine!

Sembari menunggui speedy yang terkantuk-kantuk, saya bertolak menuju Google Sang Maha Pencari untuk menggali hal-hal lain mengenai band ini; konsep bermusik, tema lirik, dan hal-hal lain yang mungkin kurang berharga dibandingkan malam senyap yang seharusnya dipakai untuk belajar (yeah rite). Gw menemukan sebuah wawancara yang menarik antara Diabolical Conquest, sebuah webzine asal entah-dari-mana, dengan Famine mengenai Peste Noire dan gosip-gosip ala Feny Rose di seputarnya. Ah dasar kurang kerjaan, dibacalah wawancara tersebut oleh pemuda yang seharusnya belajar ini. Ada suatu bagian yang menarik. Famine menyebutkan bahwa dia adalah nasionalis dan juga satanis. Err... What? Ya, gak salah denger kok: satanis-nasionalis. Ini udah kayak denger berita kalo Amerika Serikat sama Uni Soviet kawin lari dan ngelahirin Gurun Gobi. Bagaimana bisa dia menyatukan nasionalisme, yang kadangkala menuntut pengorbanan individu, dengan satanisme, yang mana menjadi simbol kebebasan, individualisme, dan pemberontakan? Entah deh, prajurit-prajurit Black Metal ini tidak pernah terdengar rasional bagi gw.

Beranjak ke musik. Album pertama mereka, La Sanie des siècles, buat gw merupakan album yang sangat asik dari lini sound, komposisi dan dinamika, serta atmosfer. La Sanie des siècles benar-benar menggambarkan chaos secara keseluruhan. Dari lini sound misalnya, mereka merekam album ini dengan peralatan yang sangat buruk dan mixing yang sangat ofensif bagi telinga (yah, kebanyakan band Black Metal kvlt memang seperti itu sih), menghasilkan tembang-tembang metal yang "kotor". Gw rasa sound seperti ini justru cocok untuk tipe band seperti Peste Noire ini. Hey, suara seperti apalagi yang cocok untuk mendampingi lirik-lirik tentang keputusasaan dan kebusukan manusia selain sound-sound yang kotor dan sedikit mentah?

Pindah ke dinamika dan komposisi. Peste Noire benar-benar bagaikan hamster yang overdosis kuaci di lini ini. Sinting! Baroque-influenced French Folk dan rentetan tremolo picking bersahut-sahutan dengan sangat tidak sopan dan sukses menghajar telinga gw dengan raungan nada-nada yang chaotic untuk kemudian menenangkannya dengan nada-nada melankolis nan kelam, menggambarkan keputusasaan yang muram dan busuk. Riff-riff di album ini juga patut diacungi bintang. Catchy, namun tidak terlalu pretensius dan teknikal seperti band-band Technical Death Metal. Kadar agresivitasnya cukup untuk mengingatkan lo kalo La Sanie adalah album Black Metal, bukan Folk. Oh dan gw juga cukup terkejut dengan bagian solo-solo gitar dalam aransemen mereka. Jarang banget gw menemukan solo gitar yang orgasmik di band-band Black Metal dengan tipe sound seperti ini.

Kabarnya, Peste Noire mendapatkan sambutan yang baik dari para sobat Black Metal. La Sanie meledak di pasaran dan sibuk merajai tangga lagu Black Metal di seantero jagad. Mereka dikait-kaitkan dengan gerakan Depressive Black Metal dan Post-Black Metal yang lagi ngeksis di kalangan hipster. Beberapa orang berbisik-bisik bahwa ketenaran dan kenampolan mereka ini adalah buah karya kejeniusan Neige, seorang selebriti di kalangan Black Metal yang terkenal dengan proyek-proyeknya seperti Alcest, Amesoeurs, Lantlos, Mortifera, dan entah-proyek-apa-lagi-gw-gak-hapal. Melihat fenomena ini muntablah Famine. Dia misuh-misuh di wawancara ini bahwa Peste Noire adalah anak tunggalnya, dia gak pernah diperkosa sama Neige sama sekali dan dia ngebesarin Peste Noire sendirian dengan konsep-konsep yang muncul dari buah pemikirannya sendiri (berat ya jadi single parent). Famine muak ngeliat Peste Noire selalu dikaitin dengan gerakan Post-Black Metal. Well, gak heran juga sih soalnya dari segi aransemen dan part-part Folk yang Famine masukin album La Sanie memang bisa digolongin sebagai Post-Black Metal. Sebagai komentar atas segala fenomena ini maka lahirlah album kedua yang berjudul Folkfuck Folie. Judul albumnya cukup mendeskripsikan isi dari album ini secara lugas. Folk mereka tinggalkan dan sebagai gantinya mereka mengadopsi elemen-elemen dari crust punk. Album kedua ini jauh lebih lugas, telak tanpa basa-basi. Soundnya juga lebih busuk dari album sebelumnya. Famine sengaja untuk bikin album ini sebagai album yang bikin orang normal bakal berhenti ngedengerin setelah track kedua. Tidak percaya? Baca saja:

"...the guitar sound on Folkfuck Folie is the result of a bet between me and a friend, which was to create the ugliest and most irritating sound possible, in order make the album unlistenable after having heard two songs." -- Famine

See? He did this album for the lulz obviously. Dan sepertinya Famine baru kembali serius di album ketiga, Ballade cuntre lo Anemi Francor. Di album ketiga ini, Famine bereksperimen dengan apa yang dia sebut sebagai "Black n Roll". Okay, that was weird. Gw tiba-tiba membayangkan Chuck Berry pake corpsepaint.



ini namanya corpsepaint, anak-anak!

Famine kembali ke tujuan awalnya: membuat sebuah musik yang dibenci orang. Ya, dan dia sepertinya berhasil. Gw banyak menemukan review jelek tentang Ballade, kebanyakan masih mengomentari betapa berbedanya album ini dengan album pertama mereka yang "vberkvlt". Gw ngeliat hal ini sebagai kemenangan Famine; kemenangan atas para fans, kritikus, dan media. Semua orang menuntut musik Black Metal yang bagus itu harus A, B, kemudian ditambah dengan sedikit C dan rentetan D. Musik jadi memiliki manual. Ia tereduksi dari seni menjadi sekedar komoditas. Seragam. Famine menolak itu semua. Ia justru memutuskan untuk menulis musik yang buruk dengan kualitas produksi yang tidak kalah buruknya. Gw lebih melihat album ini sebagai sebuah pernyataan, sebuah sikap, bahwa ia menolak tunduk terhadap apapun, termasuk kritikus, selera pasar, bahkan terhadap ekspektasi pendengarnya juga. Maka ia bermusik dengan merdeka, tanpa keterikatan kewajiban yang mengharuskannya untuk menulis musik yang "bagus".

Yak sekian bacotan dari saya kali ini. Cukup panjang dan pretensius memang. Ah tapi persetan deh, blog-blog gw ini.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

La Sanie des siècles - Panégyrique de la dégénérescence (Full-length, 2006)


Tracklist
1. Nous Sommes Fanés
2. Le Mort Joyeux
3. Laus Tibi Domine
4. Spleen
5. Phalènes Et Pestilence - Salvatrice Averse
6. Retour De Flamme (Hooligan Black Metal)
7. Dueil Angoisseus (Christine De Pisan, 1362-1431)
8. Des Médecins Malades Et Des Saints Séquestrés

link

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Folkfuck Folie (Full-length, 2007)



Tracklist
1. L'Envol du Grabataire (Ode à Famine)
2. Chute Pour Une Culbute
3. La Fin Del Secle
4. D'un Vilain
5. Condamné à la Pondaison (Légende Funèbre)
6. La Césarienne
7. Maleiçon
8. Amour ne m'amoit ne je li
9. Psaume IV
10. Extrait Radiophonique d'Antonin Artaud
11. Folkfuck Folie
12. Paysage Mauvais

link

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Ballade cuntre lo Anemi Francor (Full-length, 2007)


Tracklist
1. Neire Peste
2. La Mesniee Mordrissoire
3. Ballade Cuntre les Anemis de la France - De François Villon
4. Concerto Pour Cloportes
5. La France Bouge - Par K.P.N. (Chant de l'Action Française)
6. A la Mortaille!
7. Vespre
8. Rance Black Metal de France
9. Requiem Pour Nioka (Á un Berger-Allemand)
10. Soleils Couchants - De Verlaine

link